Jumat, 19 April 2013

Nilai sikap dan karakter apa yang harus ditumbuhkan pada siswa ketika belajar konsep-konsep dalam ekologi hewan? Berikan contoh riilnya!


Konsep-konsep dalam ekologi hewan itu sendiri adalah individu, populasi, komunitas, ekosistem. Pada titik ini pula, dunia pendidikan dituntut mampu mengembangkan perspektif yang relevan. Dimana  ketika mempelajari konsep-konsep dalam ekologi hewan diharuskan membangun pengertian bahwa dimana kerusakan ekologi dapat mempengaruhi pertumbuh kembangan hewan yang menyebabkan kelangkaan hingga kepunahan. Maka harus dimengerti bahwa dalam pembelajaran ekologi terdapat saling hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya. Dalam pendidikan ekologi dapat menerapkan pendekatan karakter ekologis dimana siswa harus mengerti bahwa dalam mempelajari konsep-konsep dalam ekologi hewan harus berusaha menekan jumlah kepunahan daari suatu populasi hewan tersebut.
Dalam peningkatan sikap, siswa dituntut untuk berwawasan ekologis, mengingat krisis ekologi hewan selama ini telah banyak terjadi kerena ulah beberapa manusia yang tidak bertanggung jawab. Perbuatan eksploitasi seperti pengeksploitasian gading gajah, kulit harimau maupun jenis-jenis pengeksploitasian hewan yang telah merajalela menunjukan bahwa kurang pekanya siswa terhadap krisis hewan yang telah terjadi. Dengan menumbuhkan kecintaan akan hewan dan kesejahteraan kehidupan hewan secara perlahan-lahan dapat meminimalisir tindak criminal dalam kasus eksploitasi.
Salah satu contoh dari pembelajaran ekologi hewan untuk meningkatkan nilai karakter dan sikap dalam memahami konsep-konsepnya adalah dengan cara ikut berperan serta dalam lambaga-lembaga maupun organisasi konservasi hewan sebagai upaya dalam meminimalisir kasus kelangkaan maupun kepunahan hewan tersebut. Lembaga maupun organisasi seperti WWF dapat secara tidak langsung meningkatkan kecintaan siswa terhadap hewan.

Apakah manfaat pengetahuan tentang relung bagi aktivitas konservasi? Berikan salah satu contoh hewan langka, lakukan kajian tentang relungnya.


Relung atau niche merupakan tempat makhluk hidup berfungsi di habitatnya, bagaimana cara hidup, atau peran ekologi makhluk hidup tersebut. Dengan mengetahui relung dari hewan tersebut maka kita akan memiliki pengetahuan dalam mengembangkan konservasi serta segala aktivitas mengenai konservasi hewan tersebut untuk meminimalisir langkanya maupun punahnya hewan tersebut.
Sebagai salah satu contoh hewan langka adalah Kuskus (Spilocuscus rufoniger). Dimana Kuskus ini pada umumnya menyukai makanan berupa serangga, binatang kecil, hingga telur burung. Bisa bertahan hidup di daerah hutan hujan tropis. Dan merupakan jenis hewan yang suka menyendiri pada waktu memburu makanan. Biasanya Kuskus mencari makan pada malam hari karena dianggap aman dari incaran musuh.Selain itu Kuskus juga hidup dari satu dahan pohon ke pohon yang lain.
Menurut literature yang ada, habitat Kuskus secara umum adalah di hutan, baik hutan primer maupun sekunder dan secara topografis kuskus dapat dijumpai terbatas pada dataran rendah sampai dataran tinggi (0 - 1200) meter dpl. Kuskus yang ditemukan juga berada di atas pohon yang cukup tinggi sekitar 15 - 25 meter di atas tanah. Dimana secara umum semua jenis kuskus mendiami dan hidup di atas puncak pohon dan jarang turun ke tanah.
Bagian tanaman yang dikonsumsi oleh kuskus adalah daun dari tanaman Artocarpus communis. Selain daun juga memakan buah yang masak maupun muda, pucuk daun dan bunga. Selain bersifat herbivora kuskus kadang mengkonsumsi jenis insect, vertebrata kecil, telur burung, kadal dan lain-lain (WWF, 2012)*.
Selain itu, menurut jurnal yang ada Umumnya sarang berada di tegakan ampupu  (Eucalyptus urophylla) yang cukup rapat dengan tajuk pohon saling menutupi satu sama lain. Tajuk yang rapat ini memudahkan kuskus untuk bergerak dan berpindah dari satu pohon ke pohon yang lainnya dengan cepat. Selama masa penelitian sering dijumpai pula bahwa letak pohon ampupu (Eucalyptus urophylla) tempat sarang/habitat kuskus ditemui, selalu berdekatan dengan pohon tune (Podocarpus imbricata) atau berdekatan dengan pohon hau solalu (Podocarpus neriifolius). Hal ini dapat diduga bahwa pemilihan lokasi sarang/habitat berkaitan dekatnya sarang dengan salah satu sumber pakan alami kuskus. Tune maupun hau solalu diantaranya merupakan jenis tumbuhan hutan yang menjadi pakan alami kuskus.
Ketinggian sarang kuskus umumnya berada diatas 20 m dari tanah. Terkadang pada sebatang pohon terdapat 2-3 lubang sarang. Kuskus adalah hewan arboreal atau hewan yang hidupnya di atas pohon dan pemanjat pohon yang gesit. Selain kedua kaki dan kedua tangannya yang kuat mencengkeram dahan-dahan pohon, ekornya yang prehensil juga merupakan tangannya yang kelima untuk mencengkeram dan bergelantungan pada dahan pohon (Wartika, 2005)*.
(*lebih jelasnya literature dapat dilihat di link jurnal dan literatur http di bawah)

http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0601/D060110.pdf

Uraikan satu contoh pemanfaatan indikator hewan untuk monitoring kondisi lingkungan secara mendetail, mulai dari jenis, prinsip dan praktik pemanfaatannya!


Bioindikator adalah organisme atau respon biologis yang menjadi petunjuk atau keterangan adanya polutan dengan timbulnya berbagai gejala khas dan respon yang terukur. Salah satu contoh pemanfaatan indikator hewan adalah dengan memanfaatkan makrofauna permukaan tanah. Makrofauna tanah memiliki arti penting pada ekosistem. Pada ekosistem pertanian, makarofauna tanah berperan dalam pemeliharaan sifat fisika, kimia dan biologi tanah, terutama sebagai dekomposer sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman budidaya. Selain itu berbagai jenis makrofauna tanah juga berperan sebagai hama, sedangkan sebagian lainnya berperan sebagai predator sehingga erat kaitannya dengan sistem pengendalian hayati.
Terjadinya penurunan keanekaragaman makrofauna tanah maka menyebabkan perubahan keseimbangan komunitas sehingga dapat menimbulkan peningkatan spesies-spesies tertentu yang umumnya berpotensi sebagai hama tanaman. Oleh karena itu penurunan keanekaragaman makrofauna tanah diduga dapat dijadikan bioindikator kesehatan tanah yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman atau fungsi produktif lainnya. Salah satu contoh dari makrofauna permukaan tanah adalah semut Odontomachus sp. Dimana semut Odontomachus sp ini memiliki potensi sebagai jenis makrofauna permukaan tanah yang dapat dialihfungsikan sebagai indikator tingkat kesuburan tanah.  
Dalam jurnal biologi dijelaskan bahwa kelimpahan semut Odontomachus sp. berpotensi untuk digunakan sebagai bioindikator kesehatan tanah. Dimana nilai indeks diversitas makrofauna tanah berpotensi sebagai bioindikator kandungan Corganik dan P-total tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah melalui sumbangan nutrien sebagai hasil proses dekomposisi (Sugiyarto, 2005)*
(*lebih jelasnya literature dapat dilihat di link jurnal http di bawah)



Jelaskan aplikasi konsep interaksi populasi, khususnya parasitisme dan parasitoidisme, dalam pengendalian biologis. Berikan contohnya!


Konsep interaksi populasi sendiri adalah merupakan proses hubungan timbal baik antar populasi, baik hubungan yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Parasit sendiri adalah hewan renik yang dapat menurunkan produktivitas hewan yang ditumpanginya. Sedangkan parasitoidisme adalah parasit yang menggunakan jaringan organisme lainnya untuk kebutuhan nutrisi mereka sampai orang yang ditumpangi meninggal karena kehilangan jaringan atau nutrisi yang dibutuhkan.  Parasit dan parasitoid merupakan organisme yang tidak menguntungkan hanya saja pada parasitoid, bersifat parasit pada saat larva saja sedangkan pada saat dewasanya parasitoid hidup bebas
Pengendalian biologis merupakan metode dalam mengendalikan hama menggunakan parasitoid, predator, dan patogen (musuh alami) untuk mengurangi populasi hama. Pengendalian biologi ini secara alami akan dapat menekan populasi organisme tanpa bantuan dari manusia., dan hanya setelah alam terganggu maka populasi arthropoda meningkat secara dramatis menjadi hama ‘baru’. Biocontrol juga termasuk pengaplikasian teknologi melalui usaha manusia untuk memperbaiki, meningkatkan, atau meniru fenomena alam.
Dalam suatu literatur, salah satu contoh pengaplikasian parasitoid dalam mengendalikan hama secara alami adalah pengendalian hayati gulma menggunakan serangga herbivora. Dimana serangga herbivora dapat memakan berbagai bagian tanaman. Serangga ini mungkin pula merusak tanaman dengan melubangi batang atau akar ketika meletakkan telurnya. Jenis serangga herbivora ini dapat pula mengendalikan gulma dengan jalan mentransmisikan penyakit (patogen) tanaman. Salah satu serangga herbivora yang digunakan sebagai agen pengendali hayati harus spesifik, sehingga hanya menekan populasi gulma tanpa berpengaruh buruk terhadap tanaman budidaya.
Salah satu contoh pengendalian menggunakan serangga yaitu pengendalian kaktus Opuntia inermis dan O. stricta dengan menggunakan ngengat Cactoblastis cactorum di Australia. Namun keberhasilan pengendalian hayati gulma di suatu tempat tidak selalu dapat diulangi di tempat lain. Ngengat Cactoblastis kurang berhasil ketika digunakan untuk mengendalikan kaktus Opuntia di Afrika Selatan (Rizka, 2010)*.
(*lebih jelasnya literature dapat dilihat di link jurnal http di bawah)




Jelaskan pemanfaatan konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas, dan kelulushidupan dalam kaitannya dengan penetapan hewan langka!


Konsep kelimpahan merupakan perbedaan populasi serta penyebaran populasinya baik masuk maupun keluar dari populasi tersebut. Dalam populasi tersebut terjadi kerapatan suatu spesies pada suatu ruang maupun wilayah tertentu yang disebut dengan intensitas. Melimpahnya sumber daya yang terdapat dalam wilayah populasi tersebut dapat menyebabkan prevalensi, yaitu meningkatnya frekuensi kehadiran suatu organisme lain pada wilayah maupun ruang tersebut dalam waktu yang tertentu. Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi dapat lebih sering dijumpai, karena daerah penyebarannya luas. Sebaliknya, untuk suatu spesies yang prevalensinya rendah, hanya dapat dijumpai pada tempat-tempat tertentu saja karena daerah penyebarannya sempit.
Dalam ekologi tersebut apabila telah banyak populasi dari spesies lain yang masuk maka akan mencapai tingkat kepadatan maupun kerapatan tertentu maka akan terjadi penyebaran populasi yang disebut dengan disperse. Penyebaran pada tempat yang baru ini akan membentuk populasi yang nantinya akan kembali menempati, beradaptasi, dan membentuk keseimbangan baru. Karena penyebaran yang berskala besar maka akan terjadi keterbatasan daya dukung lingkungan, termasuk didalamnya berupa keterbatasan ketersediaan sumberdaya makanan, ruang, dan lain-lain sehingga menyebabkan setiap individu mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan daerah wilayahnya.
Pertahanan akan wilayah ini menyebabkan populasi tersebut akan meneruskan kemampuannya untuk bereproduksi, dan meneruskan keturunannya. Pada keadaan ini populasi akan menekankan ketahanan hidupnya sebagai suatu faktor penting dalam perubahan ukuran populasi seiring dengan berjalannya waktu. Seperti yang dijelaskan dalam literature, Akan terjadi kelangkaan bahwa suatu spesies apabila reproduksinya dalam jumlah kecil (tidak banyak) dan menambah kelangkaan apabila daerah yang dihuninya juga terlalu kecil. Selain itu apabila ketersediaan sumberdaya rendah juga dapat terjadi kelangkaan (Surya, 2010)*.
Jadi dari uraian diatas dapat ditetapkan suatu spesies tersebut langka apa tidak jika kita mengetahui secara urut dan pasti serta memanfaatkan setiap konsep mulai dari konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas, hingga konsep kelulushidupan.
(*lebih jelasnya literature dapat dilihat di link literatur http di bawah)

Konsep waktu-suhu yang berlaku pada hewan poikilotermik sangat berguna aplikasinya dalam pengendalian hama pertanian, khususnya dari golongan serangga. Jelaskan arti konsep waktu secara singkat, dan berikan contoh ulasannya terkait dengan kasus ulat bulu yang menyerbu tanaman mangga di Probolinggo Tahun 2010.


Konsep waktu-suhu sendiri adalah gabungan antara faktor waktu dengan faktor suhu lingkungan yang memiliki keterkaitan satu sama lain dalam perkembangan suatu organisme. Dalam pekembangannya terkait dengan hewan poikiloterm, kombinasi antara kondisi waktu dan suhu lingkungan sangat berpengaruh karena hewan poikiloterm termasuk hewan yang memiliki panas tubuh berasal dari lingkungan atau jenis hewan yang tergantung pada sumber panas eksternal. Karena bergantung pada suhu eksternal maka suhu tubuh hewan poikiloterm cenderung berfluktuasi untuk mengikuti suhu di lingkungannya.
Jenis hewan poikiloterm tidak dapat tumbuh dan berkembang bila suhu lingkungannya tidak memadai atau tidak sesuai, seperti contoh jika suhu lingkungannya berada dibawah batas minimum maka hewan poikiloterm sulit untuk tumbuh dan berkembang walaupun dengan waktu yang lama, begitu pula sebaliknya. Sehingga untuk dapat tumbuh dan berkembang, jenis hewan poikiloterm memerlukan suhu lingkungan di atas batas suhu minimumnya. Dengan suhu berada maka semakin singkat waktu yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang.
Salah satu contoh dari jenis hewan poikiloterm adalah ulat bulu yang pernah menyebabkan kasus yang menyerbu tanaman mangga di Probolinggo Tahun 2010. Peledakan populasi ulat bulu ini dapat disebabkan oleh kombinasi waktu dan suhu lingkungan yang tidak sesuai dengan pertumbuhannya. Berdasarkan jurnal biologi, ada beberapa faktor suhu yang memicu pengaruh dari peledakan populasi ulat bulu tersebut adalah perubahan tersebut dipicu oleh beberapa hal, yakni musim hujan yang panjang pada tahun 2010−2011 yang menyebabkan kenaikan kelembapan udara. Suhu yang berfluktuasi ini berdampak terhadap iklim mikro yang mendukung perkembangan ulat bulu. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi adalah abu vulkanik akibat letusan Gunung Bromo, penanaman hanya satu varietas mangga, peralihan fungsi hutan menjadi hutan produksi, dan penggunaan input kimia seperti pestisida dan pupuk ikut menjadi pemicu ledakan populasi ulat bulu (Baliadi, Yuliantoro, dkk. 2012)*.
Berdasarkan uraian tersebut peledakan populasi ulat bulu dipengaruhi oleh suhu yang rendah karena musim hujan yang berkepanjangan sehingga suhu ini menyebabkan waktu tumbuh kembang ulat bulu menjadi sangat singkat dan cepat sehingga populasi ulat bulu tersebut meningkat dan menyerang hanya satu varietas mangga. Selain itu jumlah predator yang sedikit juga mempengaruhi perbanyakan jumlah ulat bulu tersebut.
(*lebih jelasnya literature dapat dilihat di link jurnal dan literatur http di bawah)